Asia Tenggara memang didominasi oleh ras-ras mongoloid. Itu terlihat
dari bentuk rupa orang-orang di kawasan ini yang berciri-ciri bermata
sipit, kulit sawo matang, berbadan pendek, rambut lurus, dan memakan
nasi. Selain kemiripan fisik dan budaya, yang juga terindianisasi dan
tercinanisasi, orang-orang mongoloid di Asia Tenggara juga bernenek
moyang sama yang berasal dari Yunnan, Cina dan mengalami beberapa
kebudayaan seperti Dongson dan Bacson Hoa Binh yang berasal dari
Vietnam.
 |
wikipedia |
Keadaan umum yang demikian juga membentuk pandangan bahwa Asia Tenggara
sesungguhnya tak ubahnya dengan Asia Timur yang berada di atas Asia
Tenggara. Satu negara malah tampak seperti negara Asia Timur, Vietnam
yang sejarahnya lekat dengan penjajahan Cina selama 10 abad. Apalagi
beberapa etnis di Myanmar pun berbahasa seperti bahasa di Cina meskipun
Myanmar merupakan salah satu negara yang terindianisasi. Dan etnis Cina
yang senang merantau pun tak segan-segan tinggal di kawasan ini untuk
berdagang dan kemudian melakukan asimilasi sehingga tampaklah ciri-ciri
mongoloid itu. Bahkan beberapa dari mereka menjadi tokoh penting dalam
sebuah negara di Asia Tenggara. Sebut saja Raja Thaksin dari Thailand
dan Raden Patah dari Indonesia.
Namun di beberapa negara Asia Tenggara, hidup juga ras kulit hitam
(negroid) seperti negrito dan melanesia. Perawakan mereka: berkulit
hitam, berambut keriting, berbibir tebal, bertubuh pendek, gemar
berladang, dan tidak memakan nasi. Perawakan mereka ini sama seperti
halnya orang-orang di Afrika Tengah, terutama suku Pigmi. Kebanyakan
dari mereka tinggal di dalam hutan dan dianggap sebagai orang asli.
Keberadaan mereka diyakini sudah ada sejak 60.000 tahun sebelum Masehi
(zaman holosen) dan sudah ada sebelum orang-orang mongoloid muncul dan
membangun kebudayaan di Asia Tenggara. Kebanyakan meyakini bahwa mereka
berasal dari benua Afrika lalu menyeberangi Samudera Hindia dan
bertempat di Semenanjung Malaya, Kepulauan Filpina, Nusa Tenggara Timur,
Kepulauan Maluku, Papua, Australia, hingga kepulauan-kepulauan di
Pasifik.
 |
wikipedia |
Hampir dari mereka sudah dipastikan menjadi etnis minoritas. Jarang
mendapatkan perhatian lebih dari pihak minoritas, terutama di
pemerintahan. Sebab etnis-etnis ini bisa dikatakan terbelakang. Namun di
Indonesia, kasusnya menjadi lain ketika banyak ras negroid bisa tampil
di depan publik (pemerintah) lalu melakukan perkawinan silang dengan ras
mongoloid. Itulah yang terlihat pada orang-orang dari Kepulauan Maluku,
Nusa Tenggara Timur, dan Papua. Keduanya merupakan bagian dari
Melanesia secara budaya. Namun secara historis dan politis mereka masuk
ke dalam Indonesia sejak zaman Majapahit sesuai dengan sumpah Palapa
yang diucapkan Gajah Mada. Kemudian kehistorisan itu dilanjutkan oleh
Pemerintah Hindia-Belanda ketika berhasil mewujudkan Pax
Nederlandica-nya.
Di Malaysia, ras negroid disebut dengan Orang Asli. Sub dari Orang Asli
ini ialah Semang. Orang-orang ini sudah ada sejak 200 SM. Jauh sebelum
kedatangan orang-orang Melayu yang kebanyakan berasal dari Indonesia.
Bahasa yang digunakan ialah bahasa Aslian yang termasuk rumpun bahasa
Mon-Khmer. Pekerjaan utama berladang Selain di Malaysia, ras negroid
juga berada di Thailand dan disebut dengan orang Mani. Perilaku sama
seperti Orang Asli. Di Filipina ada terdapat 4 ras negroid, yaitu Ati,
Aeta, Batak, dan Mamanwa. Mereka hidup di hampir seluruh pulau di
Filipina seperti di Visayas, Luzon, Palawan, dan Mindanao. Orang-orang
ini disebut bernenekmoyangkan orang aborigin di Australia jika melihat
dari bentuk rambut. Bahasa yang digunakan pun bermacam-macam.
Di Indonesia, ras negroid yang tersebar mulai dari Nusa Tenggara Timur (Flobamora), Maluku (Nusa Ina-Mlucas),
hingga Papua mayoritas beragama Kristen Protestan dan Katolik. Sisanya
Islam. Sedangkan di Malaysia dan Thailand animisme dan di Filipina
Kristen Katolik dan animisme.
 |
wikipedia.org |
Seperti yang sudah disinggung, kehidupan ras negroid di beberapa negara
Asia Tenggara agak terbelakang dan jarang mendapat, kecuali di
Indonesia. Meskipun begitu, orang-orang negroid melanesia ini sering
melakukan pemberontakan terhadap pemerintah pusat yang didominasi
orang-orang mongoloid karena merasa berbeda secara etnis, bahasa,
budaya, dan sejarah. Hingga akhirnya lahirlah gerakan pemberontakan
memisahkan diri seperti Republik Maluku Selatan (RMS) dan OPM
(Organisasi Papua Merdeka).